c. Amik
Amik adalah selembar kain putih dengan beberapa utas tali agar dapat dikaitkan pada bahu/punggung. Fungsinya untuk menahan keringat. Seorang imam yang mempersiapkann diri untuk merayakan Ekaristi akan pertama-tama mengenakan amik. Sekarang ini ketentuan memakai amik tidak mutlak, maka imam jarang memakai amik.
2) AMIK (Tanda Perlindungan)
Selembar kain lenan putih berbentuk segi empat dengan dua tali panjang di dua ujungnya, dikenakan sekeliling leher, menutupi bahu dan pundak, menyilangkan kedua tali di depan (membentuk salib St Andreas), lalu membawa tali ke belakang punggung, melilitkannya sekeliling pinggang dan mengikatkannya dengan suatu simpul.
Tujuan praktis amik adalah untuk menutupi jubah ...biasa imam, dan untuk menyerap keringat dari kepala dan leher. Di kalangan Graeco-Romawi, amik adalah penutup kepala, seringkali dikenakan di bawah topi baja para prajurit Romawi untuk menyerap keringat, dengan demikian mencegah keringat menetes ke mata.
Tujuan rohani amik adalah mengingatkan imam akan nasehat St Paulus, “Terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah” (Ef 6:17).
Doa Imam ketika mengenakan amik:
“Tuhan, letakkanlah pelindung keselamatan pada kepalaku untuk menangkis segala serangan setan.”
Amik adalah
vestimentum liturgis yang terutama digunakan dalam
Gereja Katolik Roma, beberapa
Gereja Anglikan, dan
Gereja Armenia. Amik berupa sehelai kain putih persegi empat atau oblong, berbahan linen, dengan sambungan seperti pita, yang berfungsi sebagai simpul untuk mengencangkannya di seputar pundak imam. Sebagaimana vestimentum imamat lainnya, amik harus diberkati terlebih dahulu sebelum digunakan. Tujuan dari amik sebenarnya adalah sebagai penutup pundak, atau aslinya sebagai penutup kepala dari si pengguna.
Sebelum reformasi liturgis tahun
1972, amik wajib dikenakan dalam setiap
Misa Gereja Katolik
Ritus Latin, namun sekarang ini amik hanya wajib dikenakan jika alba yang dikenakan
imam tidak sepenuhnya menutupi pakaian sehari-harinya, terutama pada bagian kerah. Banyak imam yang memilih untuk mengenakan amik dengan alasan mempertahankan tradisi, atau dengan alasan untuk melindungi vestimentum lainnya dari keringat. Amik tidak dikenakan oleh rohaniwan yang jabatannya di bawah subdiakon.
Beberapa ordo biarawan, seperti Dominikan dan Fransiskan, serta beberapa ordo lain yang seragamnya memiliki tudung, kerap mengenakan Amik setelah terlebih dahulu memasang tudungnya. Imam, atau petugas liturgi, kemudian mengencangkan pita pada Amik - bersilang di dada - lalu disimpulkan di punggungnya.
Alba dikenakan setelah tudung/Amik, lalu dikencangkan. Tudung/amik tadi kemudian dibiarkan menjuntai menutupi kerah.
Dalam beberapa ritus
Abad Pertengahan, misalnya ritus
Sarum, amik diberi pita tebal yang lebar dari bahan brokat atau hiasan lainnya, sehingga tampak seperti kerah tinggi. Amik seperti ini disebut
amik berhiasan. Kebiasaan ini ditinggalkan di Roma sekitar akhir abad ke-15, namun lebih lama bertahan di kawasan Eropa lainnya. Pada tahun 1907, kebiasaan ini tidak lagi ditolerir dalam liturgi Katolik Roma, namun masih eksis dalam banyak komunitas Anglikan.
Yang menarik adalah, amik mirip kerah ini menyebar sampai ke
Gereja Ortodoks Armenia. Amik jenis ini tetap dipertahankan sebagai bagian normal dari vestimentum imam Gereja itu, dan disebut
varkas.
Pada saat mengenakan amik, pertama-tama imam membentangkan amik di atas kepalanya (seperti tudung), kemudian melilitkannya ke sekeliling pundak. Selama melakukan tindakan ini, dia mengucapkan sebuah doa singkat yang isinya memohon Allah untuk mengenakan padanya "helm keselamatan".
Amik, tanda perlindungan
Amik adalah kain putih segi empat dengan dua tali di dua ujungnya atau ada juga model modern lain yang tidak segi empat dan tanpa tali.
Amik yang melingkari leher dan menutupi bahu dan pundak itu melambangkan pelindung pembawa selamat (keutamaan harapan), yang membantu pemakainya untuk mengatasi serangan setan.
Kain itu secara praktis juga berfungsi untuk menutupi kerah baju supaya tampak rapi, untuk menahan dingin, atau sekaligus untuk menyerap keringat agar busana liturgis pada zaman dulu yang biasanya amat indah dan mahal tidak mengalami kerusakan.
Amik dikenakan oleh imam, diakon, atau petugas lain yang hendak mengenakan alba.
Pemakaian amik sering tergantung juga pada alba yang akan dipakai. Kalau alba kiranya tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka barulah amik itu dikenakan sebelum alba (PUMR 336).